Rabu, 10 Agustus 2011

Ada dua hal penting yang harus dilakukan seorang penerbang jika sukses dalam penerbangan. Siap terbang dan siap menghadapi keadaan darurat.

Marsekal Muda Pnb (Purn) TNI Faustinus Djoko Poerwoko adalah satu dari sekian pilot pesawat tempur berprestasi di Indonesia. Ia menjalani tugasnya sebagai pilot di lingkungan TNI, khususnya TNI Angkatan Udara.

Baginya, dua hal di atas penting dimiliki seorang penerbang dalam sebuah misi penerbangan. “Dua hal penting itu harus dilakukan. Kecelakaan terjadi bisa karena kita tidak siap,” ujar Djoko saat ditemui di rumahnya, Kompleks Trikora, Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Pernyataan itu tentu beralasan. Apalagi, belakangan ini kerap muncul kecelakaan pesawat terbang. Apakah ada yang salah dengan dunia penerbangan kita? Menurut pilot tempur yang sempat menjadi siswa Seminari Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah ini, ada dua hal penting yang harus dipahami. Pertama, tidak ada penerbang yang ingin celaka. Kedua, tidak ada kecelakaan yang direncanakan. “Kita enggak ingin celaka dan kecelakaan tidak pernah direncanakan. Itu adalah proses alamiah jadi tidak perlu takut,” ujar Djoko.

Sebelum Terbang

Selama berada di udara dengan pesawat tempur Djoko tak pernah merasa takut. Ia selalu mencurahkan perhatiannya pada intrumen pesawat. Ketakutan kadang justru muncul saat sebelum dan sesudah terbang. Ayah dari Amelia Dini Poerwoko dan Bernard Deny Poerwoko ini mengemukakan, ada langkah yang harus dipersiapkan seorang penerbang sebelum menjalankan misinya di udara.

Mantan Dan Lanud El Tari/Kupang ini mengatakan, mesin memang bisa rusak kapan saja. Tapi kalau pilot sudah siap menghadapi mesin saat rusak, tidak akan menjadi masalah. Begitu pula menghadapi cuaca jika tiba-tiba buruk, itu yang harus dipelajari dan disiapkan sebelumnya.

Pesawat tempur yang dikemudikan Djoko pernah beberapa kali sempat mati di udara. Ia mengaku tidak cemas karena sudah ada prosedur yang mesti dilalui sehingga tetap bisa terbang dengan aman dan lancar. Umumnya, kalau mesin mati kemudian pilot salah mengoperasikan, mesin tambah mati. “Makanya, kalau ditugaskan untuk terbang maka laksanakan misi itu sebaik mungkin. Persiapkan juga segala sesuatu semaksimal mungkin,” jelas Djoko.

Menurut Djoko, aturan-aturan penerbangan di Indonesia sudah lengkap dan bagus sekali. Meski demikian, kecelakaan tetap saja terjadi. Djoko mengimbau agar aturan-aturan yang sudah dikeluarkan pemerintah dijalankan sebaik mungkin. Jika hal itu sudah berjalan maka semua akan lancar.

Djoko juga mengingatkan, jika seorang penerbang belum waktunya jadi penerbang, janganlah terbang. Jika belum siap, jangan dipaksa terbang karena bisa celaka. “Sekarang kan banyak pemaksaan aturan terbang. Saya lihat kalau di dunia penerbangan sudah ada aturannya dan sekarang tinggal dijalani saja,” tegas Djoko.

Jual koran

Selama menapaki hari-hari dalam hidupnya, Djoko termasuk prajurit yang sangat loyal pada tugas. Ia mengaku, waktu untuk keluarga mungkin hanya tersisa 25 persen. Praktis tugas mendidik anaknya dilakukan istri tercinta, Stefani Nining Poerwoko.

Pengalaman yang tak pernah ia lupakan saat seorang anaknya masuk rumah sakit. Saat itu Stefani harus bergadang sendiri di rumah sakit untuk menjaga anaknya karena mereka tak mampu bayar pembantu.

Pernah seorang anaknya yang lain merengek minta dibelikan mainan. Padahal, saat itu ia tidak punya uang. “Koran-koran dan botol-botol bekas yang ada kami jual. Setelah dapat uang baru kita beli mainan anak. Kehidupan saat itu memang keras karena kita hanya mengandalkan gaji yang pas-pasan. Tapi, semua itu ada hikmahnya,” katanya.

Diam-diam ternyata Stefani menyimpan bakat melukis. Seiring perjalanan waktu, bakat ibu ini terus terasa hingga ia terlibat dalam berbagai kegiatan pameran lukisan. Sedang Djoko menunaikan tugas-tugasnya sebagai penerbang tempur. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Anak sulungnya, Amelia Poerwoko berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi. Kini ia tengah mendalami studi tentang design di Kuala Lumpur, Malaysia. Sedang putranya, Bernard Deny Poerwoko, saat ini bekerja di BRI Semarang, Jawa Tengah.

Eks Merto
Djoko Poerwoko lahir di Klaten, Jawa Tengah, 9 September 1950. Ia terlahir sebagai anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Djoko memiliki enam saudara laki-laki dan tiga perempuan. Ia tumbuh dan besar di Delangu, sebuah dusun kecil antara Klaten dan Solo.

Djoko dan keluarga besarnya adalah penganut non Katolik. Saat di kelas 4 SD ia dibaptis secara Katolik. Seiring usia yang bertambah, di akhir tahun 1978, Djoko menyunting gadis pilihannya, Nining, dalam sebuah ikatan perkawinan meski berbeda keyakinan. Saat itu keduanya sepakat bahwa anak pertama lahir dibaptis secara Katolik. Sedang anak kedunya dibiarkan mengikuti keyakinan istrinya.

Namun, setelah 12 tahun mengarungi bahtera rumah tangga dengan perbedaan keyakinan, akhirnya Tuhan memiliki rencana lain. “Saat saya bertugas di Kupang tahun 1992, ibu dan anak kami yang kedua dibaptis secara Katolik. Upacara pembaptisan dipimpin Pastor Sebastianus Wajang, SVD. Saya percaya semua ini adalah rencana Tuhan dan indah adanya,” kata Djoko.

Sejak kecil, Djoko sudah jadi misdinar. Tak ayal, pada perayaan Natal dan Paskah ia selalu ambil bagian dalam tugas. Bersama dua temannya, mereka masuk Seminari Mertoyudan namun karena tidak krasan, Djoko dan seorang temannya berhenti. Seorang rekannya, Ageng Marwoto berhasil menjadi imam Yesuit (SJ). Romo Ageng Marwoto kini jadi dosen sekaligus direktur SMU de Brito Yogyakarta.

Jadi Penerbang

Meski gagal bertahan di seminari, Djoko merasa dirinya dibentuk oleh model pembinaan ala seminari. Ia mengaku menjadi sosok yang tertib dan disiplin. Setelah lulus SMA St Joseph Solo, ia masuk AKABRI tahun 1970 dan lulus 1973. Djoko muda melanjutkan studi di Sekolah Penerbang Yogyakarta dan lulus tahun 1975. Sejak lulus hingga 1990, menjadi penerbang tempur di Madiun.

Prestasi yang ia tunjukkan membuatnya mendapat kepercayaan sebagai Kepala Dinas Operasi Pangkalan Udara Hassanudin, Makassar. Selepas dari kota Anging Mamiri, Djoko terbang ke Kupang, NTT, sebagai Komandan Pangkalau Udara El Tari selama tiga tahun. Selepas dari Kupang, ia dipindahkan ke Pekanbaru dan mendapat kenaikan pangkat kolonel.

Kemudian, pada 1997, ia kembali ke Jakarta. Tak lama berselang, sejak 1999 sampai 2002 ia menjadi Komandan Pangkalan Udara Iswahyudi Madiun. Ia mendapat promosi dan naik pangkat Bintang Satu.

Setelah dari Madiun, ia kembali ke Jakarta. Ia sempat bertugas di Mabes AU dan Mabes TNI. Sejak 2003, Djoko menjabat Panglima Komando Pertahanan Nasional (TNI-AU/Mabes TNI?) hingga pensiun 2006. Pria yang murah senyum ini pensiun dengan bintang dua berpangkat Marsekal Muda.

Warga stasi St Agustinus Halim Perdanakusuma, Paroki St Antonius Bidaracina Jakarta ini ternayat punya bakat menulis. Selama masih aktif, artikel-artikel tentang kedirgantaraan kerap muncul di majalah Angkasa dan TSM. Kemudian ia juga meluncurkan tiga buku kedirgantaraan, antara lain Perjalanan dan Pengabdian Skadron Udara 11 (1999), My Home My Base (2001), dan Dog Fight (2001), Great Airman (2002), The Long Journey of Air Combat (versi bahasa Ingrris, 2003), dan Propatria Fulcrum (2005). Buku terakhir Fit Via Vi (2006) merupakan otobiografinya. Sejumlah artikel opininya tentang kedirgantaraan sering muncul di Kompas.

Djoko mengatakan, “Saya percaya sampai saat ini saya masih hidup, itu karena sentuhan tangan Tuhan. Itu sangat saya yakini sehingga hidup ini dijalani apa adanya.” Setiap tugas dan karya,s elalu diawali dan diakhiri dengan doa.

Pria yang punya motto Laksanakan Tugas Sebaik-baiknya dan Kerjakan Tugas Secepat-cepatnya itu, percaya Tuhan selalu hadir sekalipun ia berada di udara. Itulah yang membuatnya tak gentar dalam menerbangkan pesawat. (Ansel Deri)

BERITA DUKA

Telah menginggal dunia Ketua Umum Panitia Pesta Intan SMA St. Yosef Solo, Bp. F. Djoko Poerwoko, Marsda TNI (pur) Tadi jam 1.30 waktu Brasil karna serangan jantung.
Atas nama seluruh anggota Panitia Pesta Intan StYosef , kami menghaturkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisiNya dan keluarga yang ditinggalkan mendapat ketabahan.

Kamis, 04 Agustus 2011

bagaimana kalaw disediakan antar jemput alumni untuk datang ke reuni akbar dengan kendaraan sepesial ini. apakah ada yang berminat?
 

Sabtu, 30 Juli 2011

BERITA DUKA

Berita Duka. Telah meninggal teman, sahabat kita, alumnus SMA St Yosef, Solo 1971, wartawan Kompas: Djoko Purnomo, tadi siang jam 11.14 di RS Bintaro Premier. Jenasah akan dimakamkan hari ini, jam 16.00, di makam Tanahkusir. Berangkat di rumah duka, Jl Cimandiri I/FF No. 1, Bintaro Jaya Sektor 6. RIP. (Berita dari Rob Hartanto)

Rabu, 20 Juli 2011

SEJARAH SMA PANGUDI LUHUR ST. YOSEF SOLO

LATAR BELAKANG SEKOLAH
SMA Pangudi Luhur St. Yosef Surakarta, merupakan sekolah swasta bersubsidi yang dikelola oleh Yayasan Pangudi Luhur. Yayasan Pangudi Luhur berpusat di Jl. Dr. Sutomo 4 Semarang. Dan seterusnya Yayasan ini menjadi bagian dari kegiatan para Bruder FIC (Fratrum Immaculates Conceptionis) di Indonesia. FIC yang artinya Konggregasi para Bruder Diperkandungkan Tak Dengan Noda. Konggregasi ini berpusat di Masstricht di negeri Belanda, Sedang pusat propinsi di Indonesia berpusat di Jl. Sultan Agung 133 Semarang. Sesuai dengan Yayasan maupun Induk Yayasan, Yang merupakan anggota Gereja Katolik, maka SMU St. Yosef ini berasas Katolik. Ini tidak berarti bahwa para siswa harus beragama Katolik, tetapi sekolah itu harus menunjukkan suasana Katolik, sebab warna pendidikannya berasas Katolik. Hal ini tercantum juga dalam Akte Notaris dari Yayasan Pangudi Luhur. Secara administratif ataupun dalam kerangka hukumnya, tertulis:
Notaris : Tan A Sioe
No. : 16
Tanggal Akte : 6 Oktober 1954
Tercatat : di Pengadilan Negeri Semarang
Tanggal : 2 Maret 1961
Nomor : 105

Adapun riwayat singkat berdirinya sekolah dan keistimewaan-keistimewaan yang dapat dicatat adalah sebagai berikut :
SMU St. Yosef merupakan hasil pemisahan dari SMU Kanisius Surakarta. Pemisahan ini terjadi pada tahun 1951. Kala itu yang menjadi Direktrisnya adalah Ibu dr. B.G. Smith. Pemisahan ini secara resmi diakui Pemerintah pada tanggal 1 Juli 1952, dengan SK no 15380/SUBs. Walaupun demikian Direktur resmi tetap menjadi satu dengan induknya. Adapun hal-hal penting yang harus dicatat adalah :

Tanggal beridirinya : 17 Juli 1951.

Tempat : gedung bekas HCS, dua lantai, lantai 1 digunkan untuk SMP Kanisius II. Sekaramg seluruh bangunan ini digunakan oleh SMP Bintang Laut (Pangudi Luhur Surakarta.

Alamat sampai tahun 1965m :  di Jl. Slamet Riyadi 74 Surakarta, tepatnya sebelah Barat simpang empat Nonongan.

Jumlah kelas 4 buah : terdiri 2 kelas bagian B (jurusan Eksakta) dan 2 kelas bagian C (Jurusan Ekonomi).
Jumlah murid 114 orang.
Tenaga pengajar tahun 1951 :
Guru -guru :    
  1. Bp. RC Sugeng Brotoatmojo (alm)    
  2. Bp. RA Soeparto
  3. Bp. RM Sadwarso (alm)    
  4. Bp. Sudiro Purbonoto
  5. Br. Amando (kembali ke Belanda)   
  6. Br. Sherapion
  7. Rama Purwadi Purwodiharjo (alm)    
  8. Bp. RM Sadwarto
  9. Bp. YB Oey Thwan Ke    

Tenaga Administrasi :
  • Bp. M Sumaryono (sekarang Br. Bernardinus Caritas)

Pekerja / pesuruh :
  • Bp. Oei Khee Tjwan (Martejo)

Keterangan :
Diantara para guru ini ada yang masih berijazah HIK atau juga yang harus mengajar teman sekelas yang tidak naik kelas. Jadi dapat ditarik kesimpulan betapa sulitnya pada waktu itu mencari guru SMU yang sungguh-sungguh memenuhi syarat.

Perpindahan gedung sudah diperkirakan, bahwa dalam perkembangannya lebih lanjut, bahwa gedung yang dipakai pada waktu itu tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan. Maka dibelilah sebidang sawah yang letaknya pada waktu itu masih diluar kota. Pembicaraa ini dilakukan oleh Br. Odolphus dan Br. Isidorus. Tanah yang dibelinya memang cukup luas dan diperkirakan akan dapat dipakai sebagai komplek sekolah sekaligus Bruderan. Setelah selesai dibangun, gedung yang baru mulai ditempati pada tanggal 5 Agustus 1965.  Secara resmi pembukaan dilakukan oleh walikota pada waktu itu yaitu   Bp. Utomo Ramelan .

Pergantian Kepala sekolah dari permulaan sampai sekarang :
  1. Br. Bonifacio
  2. Mulai tanggal 1 Januari 1970 Bp. Ign Sutaryo (1971)
  3. Pada tanggal 1 Januari 1975 diadakan perubahan susunan Pimpinan Kepala sekolah terutama menangani urusan luar, misalnya urusan dengan pemerintah, jabatan ini masih dipegang oleh Ign. Sutaryo. Direktur sekolah terutama mengatur urusan kedalam. Huungan dengan orang tuapun terutama menjadi urusan Direktur. Tetapi sebenarnya hal ini belum terurus dengan secara terperinci. Yang pertama menjabat Direktur adalah Br. Mario.
  4. Sejak 1979 jabatan Direktur dipangku dipangku oleh Br. Aloysius Sumarmo. Dan sejak itu pembagian tugas Kepala Sekolah dan  Direktur sudah diatus oleh Yayasan secara tertulis.
  5. Bruder dan Kepala Sekolah yang pernah bertugas sampai sekarang adalah sebagai berikut :
  • Br. Bonifacio (1951)
  • Bp Ign. Sutaryo (1971 - 1973)
  • Br. Mario FIC (1975 - 1978)
  • Drs. Br. aloysius FIC (1979 - 1985)
  • Br. Herman Y. Kuwat FIC (1985 - 1988)
  • Br. Frans Sugi FIC (1988 - 1991)
  • Br. Stephanus Parna FIC (1991 - 1992)
  • Br. Petrus paijan FIC (1992 - 1994)
  • Br. Lusius FIC (1994 - 1998)
  • Bp. A. Sutarso (1994 - 1998)
  • Br. Petrus Ponidi FIC (1998 -2006)
  • Br. Agustinus Mujiya FIC (2006- sekarang)

Pada waktu didirikan SMU PL St. Yosef bernama SMA Katolik. Lalu berganti nama menjadi SMA Kanisius Bagian Putera. Jadi nama yang sekarang adalah nama yang ketiga. Sesuai dengan pnertiban Administrasi Pemerintah, maka semua sekolah harus mencatatkan diri di Kanwil, supaya dengan demikian instansi tersebut dapat memberikan sertifikat kepada sekolah-sekolah itu. SMU St. Yosef pada tanggal 1 April 1978 menerima sertifikat dengan nomor 056/XII/4.A/78. Dan dulu pernah pula menerima SK Subsidi dengan no Piagam 151.

Seperti kita ketahui, policy Pemerintah dalam soal ujian sudah berkali-kali berubah. Pertama kita mengeal Ujian Negara, artinya bahan ujian, biaya, pelaksanaan serta ijasah menjadi tanggungan pemerintah.

Dari tahun 1967 sampai tahun 1969 berlaku ujian Koordinasi, bahan ujian dibuat oleh sekolah, tetapi lainnya seperti Ujian Negara. Ujian Koordinasi hanya berlaku untuk SMU tertentu antara lain SMU St. Yosef.

Pada tahun 1970 dan tahun 1971 SMU St. Yosef menjadi ketua Rayon untuk jurusan Sosial Budaya bagi SMU seluruh Kotamadya, kecuali SMU negeri I, III, IV, V. Mulai tahun 1972 berlaku ujian sekolah, bahan, biaya, serta pelaksanaannya seluruhnya menjadi tanggungan sekolah. Blanko ijazah yang diterima dari kantor Perwakilan P&K Jateng diisi sendiri oleh sekolah.

Untuk perkembangan pendidikan saat ini SMU PL St. Yosef menyelenggarakan EBTA / EBTANAS sesuai dengan Instruksi Pemerintah.